Sunday, April 8, 2012

SELAKSA HIKMAH DI PAGI ITU: “Masa Depan itu Kapan ya?”


SELAKSA HIKMAH DI PAGI ITU: “Masa Depan itu Kapan ya?”

Di suatu pagi menjelang siang, aku keluar dari kamar asramaku dan menuju ke tempat parkir untuk memanasi sepeda motor. Sembari menunggu, aku layangkan pandanganku ke taman. Aku lihat di sana ada bapak tukang kebun sedang melamun dengan tatapan mata yang kosong sambil memukul-mukulkan sabitnya ke rumput hijau di depannya. Sepontan, hatiku pun terusik, ada keinginan untuk mencari tahu apa yang membuat bapak itu melamun seolah-olah dunia ini sudah tidak punya harapan lagi untuk hidupannya. “Ada apa gerangan dengan bapak, sepertinya bapak sangat sedih? Ada masalah apa pak?” tanyaku dengan polos penuh perhatian. “Ade masih terlalu muda, belum tahu masalah orang tua seperti saya” jawab bapak tadi dengan lesu. “Bolehkah saya tahu pak?” jawabku sedikit memaksa. “Baiklah nak, sekarang saya baru menyesali masa lalu saya, mengapa saya dulu tidak berusaha keras dan bersungguh-sungguh untuk hidup saya saat ini” tegas bapak tadi. Terbetik rasa untuk bercakap lebih lanjut, tapi, selain merasa tidak enak untuk menyampaikan sedikit masukan, aku pun punya keperluan sendiri untuk pergi ke salon untuk potong rambut. “Ya, mudah-mudahan semuanya menjadi pelajaran pak” kataku sambil pamit.
Greng…greng…, aku mulai tancap gas. Tak terasa, sekitar sepuluh menit, sudah sampai ke salon yang kutuju. Setelah motor diparkir, aku tolehkan lirikkan mata ke jalan raya yang ramai dengan hiru-pikuk kendaran bermotor dan lalu-lalang orang berjalan. Di saat sedang asyik-asyiknya menikmati ‘indahnya’ semilir sepoy-sepoy udara kota yang menyengat, pandanganku terhenti. Aku lihat ada seorang pemuda tukang parkir sedang mondar-mandir tidak karuan. Lagi-lagi ada sedikit ‘kegalauan’ yang mengusik jiwaku. Dengan langkah pelan-pelan, aku menghampiri anak muda yang seumuran denganku itu. “Mas, ada apa dengan mas, koq saya lihat dari tadi bolak-balik saja, sepertinya masnya sedang sangat galau?” tanyaku dengan nada memelas. “Gini bos (sapaan akrab kepada orang yang baru dikenal), saya sedang gelisah memikirkan masa depan saya nanti, sampai saat ini saya belum punya bekal apa-apa bos” jawab pemuda tadi. Aku masukan tanganku ke saku, kugapai berhala kecilku dan aku lihat jam sudah menunjukan jam 9.15., karena jam 10.30 mau ada acara, tanpa berpikir panjang, keluarlah sepatah kata dari mulutku, “Nyantai ja bos, perjalanan hidup masih panjang, sekarang tinggal bagaimana kita menatanya agar menjadi lebih baik lagi!”. Aku lanjutkan ayunan langkahku menuju sebuah salon di tengah kota Ponorogo, sambil pamitan dengan pemuda tadi.
Sekitar tiga-empat langkah sampailah aku di depan pintu salon. Seorang bapak separuh baya menyambutku dengan senyum ramah, “mau potong mas?” tanyanya. “Iya pak”, jawabku. “Dari ISID ya mas?”, tambah bapak tadi. “Iya pak”, jawabku singkat. “Duduk dulu  sebentar ya mas ini, ini masih satu orang lagi”, tegas bapak tadi. “Iya pak”, jawabku sambil menyandarkan punggungku di atas kursi kayu. Sembari menunggu, aku membaca sebuah buku baru tulisan bapak dosenku yang baru launching bulan lalu. Misykat judulnya. Tak lama kemudian, mata dan telingaku terusik oleh canda-tawa si bapak tukang cukur tadi yang sedang bercengkrama dengan pelanggannya sambi menarikan jari-jemarinya dengan lihai di atas sepetak padang rumbut hitam. Wajahnya tampak begitu cerah dan senang, tak terlihat kesedihan atau kegalauan sebagaimana kedua insan yang ditemui sebelumnya. Kembali, rasa penasaranku berkecamuk. “Bapak terlihat begitu gembira, padahal bapak sedang bekerja keras, ada apa gerangan?” tanyaku penuh penasaran. “Mas, saya tidak sedang bekerja keras, tapi hanya bekerja. Dan yang membuat saya gembira adalah karena apa yang saya kerjakan sesuai dengan keinginan hati saya”, sanggah bapak tadi dengan senyum.
“Sebelumnya saya ketemu sama bapak-bapak yang sedang menyesali masa lalunya, dan seorang lagi, anak muda seumuran denganku yang lagi mencemaskan masa depannya. Apakah bapak tidak punya masa lalu dan masa depan?” lanjutku, curhat. Bapak tukang cukur tadi tertawa sejenak lalu menjawab sharingku, “Mas, detik ini akan menjadi masa lalu bagi detik berikutnya, dan detik berikutnya adalah masa depan detik ini. Maka jalanilah detik ini dengan sebaik-baiknya, SAAT INI ADALAH ‘MASA DEP-AN’ KITA”.

No comments:

Post a Comment

Sobat,..lg belajar nulis,.mohon masukan dan komentarnya ya...makasih..